Ini adalah
kisah seorang perempuan yang ditinggal suaminya setelah ia memiliki satu orang
putra, dan terpaksa harus menjadi orang tua tunggal bagi putranya tersebut.
Demi putranya itu, sang ibu rela hidup tanpa pendamping atau istilahnya mencari
suami baru, karena yang ia takutkan kasih sayang yang ia berikan untuk putra
semata wayangnya akan berkurang.
Hari-hari
yang dilalui oleh sang ibu adalah selalu mencari cara ataupun usaha agar biaya
hidup untuk dirinya dan putranya tersebut bisa terpenuhi. Yang namanya hidup di
kampung, tentu banyaklah barang ataupun sesuatu yang berasal dari alam namun
bisa menghasilkan uang. Seperti yang dilakukan oleh ibu tersebut, yang biasa
kita panggil dengan sebutan Mak Sarinah.
Mah sarinah
yang kala itu usianya masih belum terlalu tua, sehingga untuk mencari kayu
bakar ataupun bekerja di kebun itu masih kuat dan masih sangat dibutuhkan oleh
para pemilik kebun yang membutuhkan tenaga nya mak sarinah. Setiap hari
kesibukan mak sarinah dari pagi bahkan sampai petang kadang ia habiskan
waktunya demi hasil terbaik yang ia harapkan untuk biaya hidup bersama anaknya.
Ketika itu
anak mak sarinah yang saya tahu, masih duduk dibangku Sekolah Dasar. Anaknya
mak sarinah yang berperawakan tinggi, kurus, dan berkulit agak hitam, kerap kali
menjadikannya bahan ejekan bagi anak sebayanya. Namun, Saprin sebutlah nama
dari anak mak sarinah itu, saprin tetap sabar dan menganggapnya itu hanyalah
sebuah becandaan anak-anak sebayanya.
Saprin yang
kala itu masih terhitung belum mengerti tentang apa yang dialami oleh mak
sarinah khususnya mengenai kondisi perekonomiannya, kerap kali meminta hal-hal
yang terkadang mak sarinah belum mampu untuk memberikannya kepada saprin. Tak
jarang saprin pun sering marah kepada mak sarinah karena meluapkan emosinya
tersebut.
Mak sarinah
yang kala itu tetap bersikap bijaksana kepada saprin, selalu berusaha
memberikan pengertian kepada anaknya tersebut dan perlahan menjelaskan tentang
kondisi perekonomian yang dialami oleh mak sarinah. Kerap kali mak sarinah
mencoba menjelaskan bahwa mencari uang
itu tidak gampang, sampai sedikit memberikan pengertian tentang pola hidup yang
harus hemat dan tidak boleh boros.
Sedari
kecil memang mak sarinah jarang sekali memberikan makanan yang mewah kepada
saprin dikarenakan tidak cukup uang untuk membeli makanan-makanan yang mewah,
dan tentunya tidak akan terjangkau bagi orang dengan kondisi perekonomian
sekelas mak sarinah. Walaupun begitu, saprin tidak pernah menolak kalau masalah
makanan, karena apapun yang yang disuguhkan oleh mak sarinah selalu dimakan
oleh saprin dengan lahapnya.
Ucapan
syukur selalu mak sarinah panjatkan kepada TuhanNya setiap kali saprin naik
kelas ataupun kegembiraan lainnya. Seperti ketika saprin di khitan, mak sarinah
pun begitu bersyukur karena syukuran untuk saprin ketika itu bisa mak sarinah
laksanakan walau hanya sederhana. Saprin pun terlihat senang kala itu, karena
sudah merupakan tradisi dikampung saya kalau ada anak yang abru di khitan, maka
apapun bahkan mainan apapun yang dia minta pasti akan dituruti. Makanya saprin
begitu bahagia kala itu dikarenakan banyak sanak saudara ataupun tetangga yang
memmberikan sdikit uang untuk saprin.
Mak sarinah
yang usianya semakin bertambah, tak sadar bahwa kala itu mak sarinah sudah
menjadi orang tua tunggal yang hebat dan bertanggung jawab. Sekolah Dasar,
bahkan sekolah SMP pun mak sarinah bisa mengusahakannya kala itu.
“Alhamdulillah” begitulah ucap syukur mak sarinah atas kerja kerasnya selama
ini yang tidak sia-sia. Akhinya saprin pun lulus SMP dan akan melanjutkannya ke
bangku STM kala itu.
Maklum mak
sarinah orang kampung, mau kemana-mana pun selalu berasa takut, sehingga
pengalaman apapun jarang mak sarinah temukan selain dikampung nya sendiri. Mak
sarinah yang kala itu ingin sekali menyekolahkan saprin ke STM, sangat lah
sulit dan tidak tahu bagaimana caranya, ketika itu ada seorang guru yang
bersedia membantunya, namun dengan alasan NEM saprin tidak memenuhi syarat,
maka pendaftarannya pun harus memakai uang kala itu.
Mak sarinah
yang tidak tahu apa-apa waktu itu menyanggupi berapapun rupiah yang harus mak
sarinah keluarkan, agar saprin bisa sekolah si STM. Ternyata sekolahan yang
saprin masuki adalah sekolahan swasta, bukan sekolah negeri. Sehingga banyak
biaya yang tak terduga pada saat itu. Mak sarinah yang merasa takut sekolah
saprin terhenti akibat masalah biaya, mak sarinah pun bekerja lebih rajin demi
cita-cita anaknya.
Kulit mak
sarinah yang memang tidak putih ditambah lagi dengan panasnya sinar matahari
yang setiap hari membakar kulitnya, mak sarinah pun terlihat semakin hitam.
Namun itu semua tidak dipermasalahkan oleh mak sarinah, karena dengan ikhlas
mak sarinah melakukannya demi saprin putra semata wayang. baca juga Kisah Seorang Istri Yang Berdosa Pada Suaminya.
Mak sarinah
kembali mengucap syukur ketika saprin dinyatakan lulus oleh sekolah, dan memiliki
ijazah STM kala itu. Saprin pun terlihat senang dan bangga meliliki ijazah
tingkat STM, karena teman-teman lainnya dikampung belum tentu seberuntung
saprin yang kala itu memang sangat jarang sekali para orang tua yang sanggup
membiayai anaknya hingga lulus SMA/STM. Mak sarinah terharu dan sekaligus
bangga karena untuk sekian kalinya mak sarinah merasa kerja kerasnya selama ini
tidaklah sia-sia.
Setelah
lulus STM, mak sarinah tidak melanjutkan pendidikan saprin ke jenjang yang
lebih tinggi, selain dikarenakan benturan biaya, pada kala itu didaerah kami
orang-orang yang melanjutkannya ke bangku kuliah terhitung jarang bahkan tidak
ada. Hanya orang-orang tertentu yang dapat melanjutkan ke bangku kuliah. Dan
akhirnya saprin pun menuruti perkataan mak sarinah untuk tidak melanjutkan
pendidikannya ke bangku kuliah.
Saprin yang
kala itu telah memiliki ijazah STM sudah memiliki keinginan untuk mencari kerja
demi membantu mak sarinah dan ingin melihat mak sarinah istirahat dirumah,
sehingga saprin berniat mencari kerja. Lulusan STM kala itu yang seharusnya
memiliki keahlian dalam permesinan, namun entah kenapa saprin malah tidak
menguasainya, mungkin saprin kala itu kurang percaya diri dengan keahlian yang
seharusnya ia dapatkan di bangsu sekolah. Sehingga saprin terhitung susah
mendapatkan pekerjaan kala itu.
Berkeliling
mencari pekerjaan dari perusahaan satu ke perusahaan lain pun sudah saprin
lakukan. Bahkan mak sarinah pun kerap kali meminta bantuan orang agar saprin
bisa masuk kerja dengan mudah mmeskipun menggunakan uang. Hari-hari saprin kala
itu masih jadi pengangguran, betapa sedihnya saprin masih melihat mak sarinah
masih belum bisa ia bahagiakan. Namun, mak sarinah tetaplah sayang kepada
saprin, nasehat-nasehat pun masih mak sarinah paparkan kepada saprin, nasehat
kesabaran dalam mencari rejeki itulah yang mak sarinah ucapkan.
Berkat doa
dan usaha saprin, akhinya dia mendapatka pekerjaan. Saprin bekerja pada
perusahaan yang bergerak pada jenis usaha bahan kimia. Saprin dan mak sarinah
pun sangat bersyukur dan bahagia kala itu. Gaji perbulan saprin sangatlah lebih
dari cukup untuk membiayai kehidupan mereka berdua. Mak sarinah pun akhirnya
berhenti dari kebiasaanya berkuli pada kebun milik orang, dan mak sarinah kala
itu hanyalah bekerja dirumah dan menyiapkan segala keperluan saprin
sehari-hari.
Saprin yang
kala itu sudah remaja, tentunya sedikit fikirannya terbagi dua dengan dorongan
dari hati untuk mencintai seorang wanita. Saprin kala itu mencintai seorang
gadis dari kampung sebelahnya. Mak sarinah sebagai orang tua menerima dengan
senang hati melihat anaknya sudah
mencintai seorang gadis. Setelah sekian lama saprin menjalin kasih dengan gadis
tesebut, akhirnya saprin pun memutuskan untuk menikahinya. Kembali mak sarinah
pun menyambut dengan baik niat putranya tersebut.
Pernikahan sederhana
namun terlihat sakral pun akhirnya terselenggara dengan baik. Saprin kini telah
memiliki seorang istri dan mengajak istrinya untuk tinggal bersama saprin dan
mak sarinah. Mereka satu rumah bertiga, rumah tangga yang harmonis pun mereka
rasakan. Mak sarinah yang tidak memiliki anak perempuan, sangatlah senang
menyambut kedatangan menantu yang sudah ia anggap seperti putri kandungnya
sekarang.
Saprin yang
bekerja, serta istri saprin pun membantu saprin dalam mencari nafkah, sehingga
mereka berdua pun hidup dengan lumayan berkecukupan dan bisa menghidupi mak
sarinah.
Kehidupan saprin
terlihat bahagia dan juga mak sarinah, apalagi setelah saprin dikaruniai anak. Setelah
itu, istri saprin memutuskan untuk berhenti bekerja dan mengurus anaknya. Dan saprin
pun mendukung niat istrinya tersebut. Namun,
setelah istri saprin berhenti bekerja, tak lama ternyata saprin jatuh sakit
sehingga diharuskan saprin untuk berhenti bekerja karena penyakitnya tersebut
berhubungan dengan zat kimia berbahaya yang kondisi saprin tidak kuat menerimanya.
Lalu saprin pun berhenti bekerja.
Pada saat
saprin sakit dan belum kuat mencari pekerjaan yang baru, kondisi perekonomian
mereka pun semakin menipis, sehingga mengharuskan istri saprin mencari
pekerjaan kembali untuk dirinya. Dan akhirnya tak lama pun istri saprin
tersebut mendapatkan pekerjaan. Kini kondisi perekonomian merek sedikit
tertolong.
Istri saprin
yang kala itu merasa capek bekerja sendiri karena harus membiayai anak, suami,
dan mertuanya, merasa kesal dan sering kali mengeluh bahkan bertengkar hebat
dengan saprin. Mak sarinah yang menyaksikan langsung situasi anak dan
menantunya tersebut, kerap kali meneteskan airmata karena melihat anak
kesayangannya dibentak-bentak oleh istrinya sendiri, yang merupakan orang baru
dalam keluarganya.
Kerjaan serabutan
pun saprin kerjakan demi membantu sang istri yang menopang biaya keluarga
saprin. Ketika itu sang istri yang merasa penghasilannya lebih besar dibanding
saprin, kerap kali berani membentak saprin didepan mak sarinah mertuanya. Kembali
mak sarinah pun meneteskan air matanya melihat putranya. Mak sarinah yang
semakin tua, semakin memikirkan nasib putranya, sehingga mak sarinah pun sering
sakit walau hanya sakit ringan menurutnya.
Namun,
penyakit mak sarinah semakin menjadi, ketika menantunya tersebut kepergok
sering berhubungan dekat dengan seorang pria di tempat kerjanya. Pertengkaran hebatpun
pernah terjadi ketika masalah tersebut mencuat ke permukaan. Mak sarinah
semakin tak kuasa dan tak sanggup melihat nasib putranya yang telah di
sia-siakan oleh menantunya tersebut. Mak sarinah akhirnya jatuh sakit, dan kali
ini penyakitnya terbilang sangat parah, karena setelah berobat kemana pun tetap
tidak ada perubahan.
Saprin yang
kala itu lebih berat terhadap mak sarinah, akhirnya saprin pun berniat
menceraikan istrinya, karena saprin merasa setelah ada masalah dengan
istrinyalah akhirnya mak sarinah sakit separah itu. Batin mak sarinah tak bisa
merelakan keputusan saprin untuk menceraikan istrinya karena dengan pertimbangan
anaknya masih kecil. Akhirnya saprin pun menuruti mak sarinah.
Naun, mak
sarinah yang kala itu menderita batin akibat memikirkan nasib saprin putranya. Walaupun
saprin sudah kembali bersatu dengan istrinya dan kini istri saprin pun kembaki
berhenti bekerja, namun perasaan seorang
ibu tetaplah memikirkan bagaimana menderitanya batin saprin kala itu. Hanya
itu yang difikirkan mak sarinah. mak sarinah akhirnya tutup usia akibat
penyakit yang dideritanya itu. Saprin yang terus menyesali kepergian mak
sarinah dan terlihat belum merelakan kepergian ibunya tersebut, kerap kali
menangis setiap mengingat ibunya.
Kini mak
sarinah telah tenang di alam sana, dan hanya menyaksikan anak dan keturunannya
dari dunia lain saja. Saprin kini hidup bersama anak dan istrinya dengan
bahagia, bahkan sang istripun bertekad tak akan mengulangi kesalahan yang
pernah ia lakukan kepada saprin. Saprin pun kini sudah memiliki pekerjaan baru,
dan bisa membiayai kehidupan anak dan istrinya. Kini saprin hanya bisa berdoa
agar mak sarinah ditempatkan disisiNya, di surgaNya yang abadi. Aammiin.
Itulah kisah
dari Perasaan Seorang Ibu yang telah
saya paparkan. Semoga dapat menjadi inspirasi dan kita semua dapat mengambil
hikmah atas pelajaran yang tersemat pada kisah di atas. Kunjungi terus goresan pena1985.blogspot.com.
ceritannya sangat mengharukan sekali, ini merupakan cerita pelajaran bagi saya atau yang lainnya di dunia ini banyak sekali cobaan apalagi yang punya istri yang bekerja dan mempunyai gaji besar dari suaminya.
BalasHapussaya menantikan cerita selanjutnya mbak..
HapusTerima kasih mas telah menyimak kisah nya,,,:)
Hapuspanjang sekali ceritanya, saya ikut menyimak..
BalasHapusterima kasih mbak telah menyimak,,:)
HapusBanyak pelajaran yang bisa diambil dari kisah di atas. Seorang ibu tetap tidak akan pernah salah, meski terkadang mereka memarahi atau bahkan memukul kita. Kendati memang demikian, pastinya ada alasan tertentu kenapa mereka berbuat seperti itu, tetap dalam hati kecil mereka ada rasa sayang pada anaknya
BalasHapusbetul mas, kasih sayang ibu takan pernah tergantikan,,,
BalasHapus