Minggu, 01 Juni 2014

Perasaan Seorang Ibu



Ini adalah kisah seorang perempuan yang ditinggal suaminya setelah ia memiliki satu orang putra, dan terpaksa harus menjadi orang tua tunggal bagi putranya tersebut. Demi putranya itu, sang ibu rela hidup tanpa pendamping atau istilahnya mencari suami baru, karena yang ia takutkan kasih sayang yang ia berikan untuk putra semata wayangnya akan berkurang.

Hari-hari yang dilalui oleh sang ibu adalah selalu mencari cara ataupun usaha agar biaya hidup untuk dirinya dan putranya tersebut bisa terpenuhi. Yang namanya hidup di kampung, tentu banyaklah barang ataupun sesuatu yang berasal dari alam namun bisa menghasilkan uang. Seperti yang dilakukan oleh ibu tersebut, yang biasa kita panggil dengan sebutan Mak Sarinah.

Mah sarinah yang kala itu usianya masih belum terlalu tua, sehingga untuk mencari kayu bakar ataupun bekerja di kebun itu masih kuat dan masih sangat dibutuhkan oleh para pemilik kebun yang membutuhkan tenaga nya mak sarinah. Setiap hari kesibukan mak sarinah dari pagi bahkan sampai petang kadang ia habiskan waktunya demi hasil terbaik yang ia harapkan untuk biaya hidup bersama anaknya.

Ketika itu anak mak sarinah yang saya tahu, masih duduk dibangku Sekolah Dasar. Anaknya mak sarinah yang berperawakan tinggi, kurus, dan berkulit agak hitam, kerap kali menjadikannya bahan ejekan bagi anak sebayanya. Namun, Saprin sebutlah nama dari anak mak sarinah itu, saprin tetap sabar dan menganggapnya itu hanyalah sebuah becandaan anak-anak sebayanya.

Saprin yang kala itu masih terhitung belum mengerti tentang apa yang dialami oleh mak sarinah khususnya mengenai kondisi perekonomiannya, kerap kali meminta hal-hal yang terkadang mak sarinah belum mampu untuk memberikannya kepada saprin. Tak jarang saprin pun sering marah kepada mak sarinah karena meluapkan emosinya tersebut.

Mak sarinah yang kala itu tetap bersikap bijaksana kepada saprin, selalu berusaha memberikan pengertian kepada anaknya tersebut dan perlahan menjelaskan tentang kondisi perekonomian yang dialami oleh mak sarinah. Kerap kali mak sarinah mencoba menjelaskan  bahwa mencari uang itu tidak gampang, sampai sedikit memberikan pengertian tentang pola hidup yang harus hemat dan tidak boleh boros.

Sedari kecil memang mak sarinah jarang sekali memberikan makanan yang mewah kepada saprin dikarenakan tidak cukup uang untuk membeli makanan-makanan yang mewah, dan tentunya tidak akan terjangkau bagi orang dengan kondisi perekonomian sekelas mak sarinah. Walaupun begitu, saprin tidak pernah menolak kalau masalah makanan, karena apapun yang yang disuguhkan oleh mak sarinah selalu dimakan oleh saprin dengan lahapnya.

Ucapan syukur selalu mak sarinah panjatkan kepada TuhanNya setiap kali saprin naik kelas ataupun kegembiraan lainnya. Seperti ketika saprin di khitan, mak sarinah pun begitu bersyukur karena syukuran untuk saprin ketika itu bisa mak sarinah laksanakan walau hanya sederhana. Saprin pun terlihat senang kala itu, karena sudah merupakan tradisi dikampung saya kalau ada anak yang abru di khitan, maka apapun bahkan mainan apapun yang dia minta pasti akan dituruti. Makanya saprin begitu bahagia kala itu dikarenakan banyak sanak saudara ataupun tetangga yang memmberikan sdikit uang untuk saprin.

Mak sarinah yang usianya semakin bertambah, tak sadar bahwa kala itu mak sarinah sudah menjadi orang tua tunggal yang hebat dan bertanggung jawab. Sekolah Dasar, bahkan sekolah SMP pun mak sarinah bisa mengusahakannya kala itu. “Alhamdulillah” begitulah ucap syukur mak sarinah atas kerja kerasnya selama ini yang tidak sia-sia. Akhinya saprin pun lulus SMP dan akan melanjutkannya ke bangku STM kala itu.

Maklum mak sarinah orang kampung, mau kemana-mana pun selalu berasa takut, sehingga pengalaman apapun jarang mak sarinah temukan selain dikampung nya sendiri. Mak sarinah yang kala itu ingin sekali menyekolahkan saprin ke STM, sangat lah sulit dan tidak tahu bagaimana caranya, ketika itu ada seorang guru yang bersedia membantunya, namun dengan alasan NEM saprin tidak memenuhi syarat, maka pendaftarannya pun harus memakai uang kala itu.

Mak sarinah yang tidak tahu apa-apa waktu itu menyanggupi berapapun rupiah yang harus mak sarinah keluarkan, agar saprin bisa sekolah si STM. Ternyata sekolahan yang saprin masuki adalah sekolahan swasta, bukan sekolah negeri. Sehingga banyak biaya yang tak terduga pada saat itu. Mak sarinah yang merasa takut sekolah saprin terhenti akibat masalah biaya, mak sarinah pun bekerja lebih rajin demi cita-cita anaknya.

Kulit mak sarinah yang memang tidak putih ditambah lagi dengan panasnya sinar matahari yang setiap hari membakar kulitnya, mak sarinah pun terlihat semakin hitam. Namun itu semua tidak dipermasalahkan oleh mak sarinah, karena dengan ikhlas mak sarinah melakukannya demi saprin putra semata wayang. baca juga Kisah Seorang Istri Yang Berdosa Pada Suaminya.

Mak sarinah kembali mengucap syukur ketika saprin dinyatakan lulus oleh sekolah, dan memiliki ijazah STM kala itu. Saprin pun terlihat senang dan bangga meliliki ijazah tingkat STM, karena teman-teman lainnya dikampung belum tentu seberuntung saprin yang kala itu memang sangat jarang sekali para orang tua yang sanggup membiayai anaknya hingga lulus SMA/STM. Mak sarinah terharu dan sekaligus bangga karena untuk sekian kalinya mak sarinah merasa kerja kerasnya selama ini tidaklah sia-sia.

Setelah lulus STM, mak sarinah tidak melanjutkan pendidikan saprin ke jenjang yang lebih tinggi, selain dikarenakan benturan biaya, pada kala itu didaerah kami orang-orang yang melanjutkannya ke bangku kuliah terhitung jarang bahkan tidak ada. Hanya orang-orang tertentu yang dapat melanjutkan ke bangku kuliah. Dan akhirnya saprin pun menuruti perkataan mak sarinah untuk tidak melanjutkan pendidikannya ke bangku kuliah.

Saprin yang kala itu telah memiliki ijazah STM sudah memiliki keinginan untuk mencari kerja demi membantu mak sarinah dan ingin melihat mak sarinah istirahat dirumah, sehingga saprin berniat mencari kerja. Lulusan STM kala itu yang seharusnya memiliki keahlian dalam permesinan, namun entah kenapa saprin malah tidak menguasainya, mungkin saprin kala itu kurang percaya diri dengan keahlian yang seharusnya ia dapatkan di bangsu sekolah. Sehingga saprin terhitung susah mendapatkan pekerjaan kala itu.

Berkeliling mencari pekerjaan dari perusahaan satu ke perusahaan lain pun sudah saprin lakukan. Bahkan mak sarinah pun kerap kali meminta bantuan orang agar saprin bisa masuk kerja dengan mudah mmeskipun menggunakan uang. Hari-hari saprin kala itu masih jadi pengangguran, betapa sedihnya saprin masih melihat mak sarinah masih belum bisa ia bahagiakan. Namun, mak sarinah tetaplah sayang kepada saprin, nasehat-nasehat pun masih mak sarinah paparkan kepada saprin, nasehat kesabaran dalam mencari rejeki itulah yang mak sarinah ucapkan.

Berkat doa dan usaha saprin, akhinya dia mendapatka pekerjaan. Saprin bekerja pada perusahaan yang bergerak pada jenis usaha bahan kimia. Saprin dan mak sarinah pun sangat bersyukur dan bahagia kala itu. Gaji perbulan saprin sangatlah lebih dari cukup untuk membiayai kehidupan mereka berdua. Mak sarinah pun akhirnya berhenti dari kebiasaanya berkuli pada kebun milik orang, dan mak sarinah kala itu hanyalah bekerja dirumah dan menyiapkan segala keperluan saprin sehari-hari.

Saprin yang kala itu sudah remaja, tentunya sedikit fikirannya terbagi dua dengan dorongan dari hati untuk mencintai seorang wanita. Saprin kala itu mencintai seorang gadis dari kampung sebelahnya. Mak sarinah sebagai orang tua menerima dengan senang  hati melihat anaknya sudah mencintai seorang gadis. Setelah sekian lama saprin menjalin kasih dengan gadis tesebut, akhirnya saprin pun memutuskan untuk menikahinya. Kembali mak sarinah pun menyambut dengan baik niat putranya tersebut.

Pernikahan sederhana namun terlihat sakral pun akhirnya terselenggara dengan baik. Saprin kini telah memiliki seorang istri dan mengajak istrinya untuk tinggal bersama saprin dan mak sarinah. Mereka satu rumah bertiga, rumah tangga yang harmonis pun mereka rasakan. Mak sarinah yang tidak memiliki anak perempuan, sangatlah senang menyambut kedatangan menantu yang sudah ia anggap seperti putri kandungnya sekarang.

Saprin yang bekerja, serta istri saprin pun membantu saprin dalam mencari nafkah, sehingga mereka berdua pun hidup dengan lumayan berkecukupan dan bisa menghidupi mak sarinah.

Kehidupan saprin terlihat bahagia dan juga mak sarinah, apalagi setelah saprin dikaruniai anak. Setelah itu, istri saprin memutuskan untuk berhenti bekerja dan mengurus anaknya. Dan saprin pun mendukung  niat istrinya tersebut. Namun, setelah istri saprin berhenti bekerja, tak lama ternyata saprin jatuh sakit sehingga diharuskan saprin untuk berhenti bekerja karena penyakitnya tersebut berhubungan dengan zat kimia berbahaya yang kondisi saprin tidak kuat menerimanya. Lalu saprin pun berhenti bekerja.

Pada saat saprin sakit dan belum kuat mencari pekerjaan yang baru, kondisi perekonomian mereka pun semakin menipis, sehingga mengharuskan istri saprin mencari pekerjaan kembali untuk dirinya. Dan akhirnya tak lama pun istri saprin tersebut mendapatkan pekerjaan. Kini kondisi perekonomian merek sedikit tertolong.

Istri saprin yang kala itu merasa capek bekerja sendiri karena harus membiayai anak, suami, dan mertuanya, merasa kesal dan sering kali mengeluh bahkan bertengkar hebat dengan saprin. Mak sarinah yang menyaksikan langsung situasi anak dan menantunya tersebut, kerap kali meneteskan airmata karena melihat anak kesayangannya dibentak-bentak oleh istrinya sendiri, yang merupakan orang baru dalam keluarganya.

Kerjaan serabutan pun saprin kerjakan demi membantu sang istri yang menopang biaya keluarga saprin. Ketika itu sang istri yang merasa penghasilannya lebih besar dibanding saprin, kerap kali berani membentak saprin didepan mak sarinah mertuanya. Kembali mak sarinah pun meneteskan air matanya melihat putranya. Mak sarinah yang semakin tua, semakin memikirkan nasib putranya, sehingga mak sarinah pun sering sakit walau hanya sakit ringan menurutnya.

Namun, penyakit mak sarinah semakin menjadi, ketika menantunya tersebut kepergok sering berhubungan dekat dengan seorang pria di tempat kerjanya. Pertengkaran hebatpun pernah terjadi ketika masalah tersebut mencuat ke permukaan. Mak sarinah semakin tak kuasa dan tak sanggup melihat nasib putranya yang telah di sia-siakan oleh menantunya tersebut. Mak sarinah akhirnya jatuh sakit, dan kali ini penyakitnya terbilang sangat parah, karena setelah berobat kemana pun tetap tidak ada perubahan.

Saprin yang kala itu lebih berat terhadap mak sarinah, akhirnya saprin pun berniat menceraikan istrinya, karena saprin merasa setelah ada masalah dengan istrinyalah akhirnya mak sarinah sakit separah itu. Batin mak sarinah tak bisa merelakan keputusan saprin untuk menceraikan istrinya karena dengan pertimbangan anaknya masih kecil. Akhirnya saprin pun menuruti mak sarinah.

Naun, mak sarinah yang kala itu menderita batin akibat memikirkan nasib saprin putranya. Walaupun saprin sudah kembali bersatu dengan istrinya dan kini istri saprin pun kembaki berhenti bekerja, namun perasaan seorang ibu tetaplah memikirkan bagaimana menderitanya batin saprin kala itu. Hanya itu yang difikirkan mak sarinah. mak sarinah akhirnya tutup usia akibat penyakit yang dideritanya itu. Saprin yang terus menyesali kepergian mak sarinah dan terlihat belum merelakan kepergian ibunya tersebut, kerap kali menangis setiap mengingat ibunya.

Kini mak sarinah telah tenang di alam sana, dan hanya menyaksikan anak dan keturunannya dari dunia lain saja. Saprin kini hidup bersama anak dan istrinya dengan bahagia, bahkan sang istripun bertekad tak akan mengulangi kesalahan yang pernah ia lakukan kepada saprin. Saprin pun kini sudah memiliki pekerjaan baru, dan bisa membiayai kehidupan anak dan istrinya. Kini saprin hanya bisa berdoa agar mak sarinah ditempatkan disisiNya, di surgaNya yang abadi. Aammiin.

Itulah kisah dari Perasaan Seorang Ibu yang telah saya paparkan. Semoga dapat menjadi inspirasi dan kita semua dapat mengambil hikmah atas pelajaran yang tersemat pada kisah di atas. Kunjungi terus goresan pena1985.blogspot.com.

7 komentar:

  1. ceritannya sangat mengharukan sekali, ini merupakan cerita pelajaran bagi saya atau yang lainnya di dunia ini banyak sekali cobaan apalagi yang punya istri yang bekerja dan mempunyai gaji besar dari suaminya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya menantikan cerita selanjutnya mbak..

      Hapus
    2. Terima kasih mas telah menyimak kisah nya,,,:)

      Hapus
  2. panjang sekali ceritanya, saya ikut menyimak..

    BalasHapus
  3. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari kisah di atas. Seorang ibu tetap tidak akan pernah salah, meski terkadang mereka memarahi atau bahkan memukul kita. Kendati memang demikian, pastinya ada alasan tertentu kenapa mereka berbuat seperti itu, tetap dalam hati kecil mereka ada rasa sayang pada anaknya

    BalasHapus
  4. betul mas, kasih sayang ibu takan pernah tergantikan,,,

    BalasHapus